Cara Mengurus Jual Beli Tanah Girik

Assalamu'alaikum emak-emak semua.
Kali ini saya mau ngebahas soal tanah girik nih mak. Kebetulan beberapa bulan lalu saya baru saja mengurus sengketa tanah milik almarhum nenek saya. Dan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil terutama dalam soal jual beli tanah girik.


Tapi disini saya tidak mau mengupas terlalu dalam karena ini menyangkut nama baik keluarga besar nenek saya. Alhamdulillah saat ini kami semua dalam keadaan silaturahmi yang baik dan Insya Allah semua keluarga menerima dengan ikhlas. Semoga persaudaraan selalu terjaga.

Sekarang saya mau jelaskan poin-poinnya saja agar kelak dikemudian hari kita semua tidak mengalami sengketa tanah atau perebutan warisan terutama yang bukti kepemilikan masih berupa girik. Karena girik sebenarnya bukan bukti kepemilikan tanah tetapi hanya bukti penguasaan atas tanah, untuk itu lebih baik segera diurus untuk menjadi sertifikat tanah. 

Berikut poin-poinnya yang bisa saya ambil sebagai pelajaran ke depannya:

1.Selagi orang tua kita, nenek atau kakek kita masih hidup saya rasa tidak ada salahnya dimintai keterangan soal tanah milik mereka apakah milik pribadi, sewa atau tanah garapan. Serta bukti kepemilikannya ada atau tidak. Misal masih berupa girik atau kuitansi bisa langsung diurus menjadi bukti kepemilikan yang sah untuk mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari.

2.Bukan bermaksud menjadi anak yang kepo ya mak. Tapi perlu juga di tanyakan bagian tanah yang orang tua kita miliki apakah masih utuh atau ada yang sudah dijual. Kalau memang sudah dijual yang mana saja dan ada surat-suratnya atau cuma kuitansi aja. Malah kebanyakan orang jaman dulu jual tanah cuma pakai omongan doang, malah keseringan barter, misal tanah dibarter dengan motor atau mobil,  dan selama bertahun-tahun tidak ada surat atau kuitansi apalagi akta jual beli dan ketika pemilik tanah awal meninggal sudah meninggal si pembeli mau minta tanahnya malah repot ujung-ujungnya ga bakal dikasih sama ahli waris karena cuma dikira ngaku-ngaku saja.

3.Berlaku juga sebaliknya ya mak. Jika orang tua kita membeli tanah usahakan langsung diurus bukti kepemilikannya. Jangan sampai sudah keluar uang banyak tapi ga dapet apa-apa karena kita tidak punya bukti kuat atas pembelian tanah tersebut.

4.Jika orang tua menghibahkan tanah untuk anak-anaknya pastikan semua anak tahu kejadian tersebut, harus dibuatkan surat perjanjian dan semacamnya yang menyatakan semua anak menyetujui bagiannya masing-masing dan tidak akan menggungat bagian tanah anak yang lain. Kalau perlu langsung dibuatkan surat sertifikat tanah untuk masing-masing anak untuk menghindari sengketa.

5.Jika bagian yang sudah dihibahkan diberikan lagi kepada saudaranya misal ke kakak atau ke adik pastikan ada bukti tertulis jangan sampai ada masalah di kemudian hari karena kurangnya bukti atau saksi.

Nah sekarang balik lagi ke masalah sengketa tanah girik milik nenek saya. Setelah beberapa kali pertemuan dan perundingan yang memakan waktu dan pikiran akhirnya kami menemukan jalan tengah agar tanah tersebut dijual. Langsung to the point aja ya ga usah dibahas soal sengketanya nanti jadi gibah hehehe

Karena informasi yang simpang siur mengenai persyaratan dalam mengurus jual beli tanah girik kami sampai bolak balik ke kelurahan.

Jadi girik dari tanah yang mau dijual tersebut atas nama nenek saya, sudah lengkap girik, pbb, KK, KTP dan surat kematian atas nama nenek. Pertama bapak sama abang saya yang ke kelurahan tapi ternyata mereka malah pusing kepala dan menyerah katanya ga usah dijual aja ribet banget persyaratannya hehehe

Langkap pertama saya harus membuat surat pengantar dulu dari RT RW tempat tinggal almarhum nenek saya. Dan qadarullah saat itu ketua RTnya positif terkena covid 19 makanya saya diminta menunggu sampai kondisi aman. tapi karena takut kelamaan kami minta dibuatkan pengantar oleh sekretaris RT, biar ngga bolak balik saya minta dibuatkan surat pengantar 4 sekaligus soalnya saya baca di google persyaratannya   sebagai berikut:
1. Surat pengantar surat keterangan ahli waris
2. Surat keterangan tanah tidak sengketa
3. Surat keterangan riwayat tanah
4. Surat keterangan penguasaan tanah secara sporadik
Setelah surat pengantarnya jadi dan sudah ditandatangi pihak RT langsung meluncur ke rumah ketua RW buat minta tanda tangan juga. 

Tiba di kelurahan dengan membawa semua berkas ternyata sama pihak kelurahan diminta surat kematian kakek saya sebagai suami dari nenek saya serta surat nikahnya. Subhanallah kakek saya meninggal tahun 90an dan tidak ada surat kematiannya apalagi surat nikah bisa saja jaman dulu nikahnya ijab kabul doang ga pake surat-suratan. Saya lihat di surat pajak pemakaman ternyata tidak ada tanggal kematiannya cuma ada tahunnya. Saya sampai ke TPU pun tetap sama tidak ada data yang lengkap. Akhirnya saya balik lagi ke kelurahan bagaimana jika tidak ada surat kematian dan surat nikah Kakek. Disitu diinfokan cukup pakai surat keterangan bermaterai saja bahwa yang bersangkutan tidak memiliki surat kematian dan surat nikah. Oalah kalau kaya gitu ngapain sampai ke TPU segala, akhirnya Alhamdulillah satu masalah selesai.

Selanjutnya syarat kedua yaitu KTP, KK, surat nikah dan akte kelahiran anak-anak kandung dari kakek dan nenek saya. Jika anak dari ahli waris sudah meninggal maka dilampirkan surat kematian si anak dan ditambahkan data anak-anak kandungnya(cucu dari nenek) berupa KTP, KK, surat nikah dan akte kelahiran/ijazah.
Disinilah drama dimulai saya harus keliling mengumpulkan kelengkapan data milik bibi-bibi saya. Untungnya saya mendapat bantuan dari orang yang mau membeli tanah tersebut yaitu Ibu Wiji. Karena beliau sudah pernah berurusan dengan anak-mantu dari nenek saya dalam urusan jual beli tanah. Apalagi bibi saya ada yang di Sukabumi dan ada yang di Kranggan Bekasi. Kalau yang lain masih sekitaran sini. Alhamdulillah berkat bantuan bu Wiji saya gak usah jauh-jauh minta berkas ke Sukabumi dan ke Kranggan Bekasi. 

Semua berkas sudah siap saya dan bu Wiji kembali ke kelurahan untuk minta dibuatkan surat ahli waris. Dan ternyata tidak bisa langsung jadi suruh diambil jam dua siang. Selepas diambil pun tidak bisa langsung ke kecamatan buat minta tanda tangan pak lurah. Tapi harus ditanda tangani dulu oleh anak-anak dan cucu-cucu dari nenek saya yang namanya tercantum disitu. PR banget kan.... Hehehe.. Sabar...

Kira-kira waktu itu butuh waktu seminggu lebih buat keliling minta tanda tangan yang deket maupun yang jauh tetap didampingi teman baru saja ibu Wiji. So sweet banget kan. Temen rasa saudara..

Setelah selesai semua tinggal di serahkan ke kecamatan untuk minta tanda tangan pak Lurah. Ternyata oh ternyata petugasnya teliti banget ngecek satu persatu berkas yang saya bawa. Jadi ternyata bibi saya yang kedua dan ketiga tahun lahirnya cuma beda satu tahun. Setelah dicek ternyata yang salah bibi kedua. Kayanya KTPnya nembak jadi tanggal lahir di KK dan KTP berbeda dengan ijazah dan surat nikah. Saya disuruh balik lagi minta surat pernyataan ke bibi saya kalau ada kesalahan dalam penulisan data dalam pembuatan surat kependudukan ditandatangi bermaterai. Masya Allah sesuatu banget. Habis mengurus surat pernyataan itu baru balik lagi ke kecamatan buat minta tanda tangan pak Camat sudah menjelang sore dan Alhamdulillah masih buka. Coba kalau tutup harus balik lagi hari senin dan ternyata senin itu sudah mulai WFH karena PSBB jadi kantor kecamatan tutup saya lupa tepatnya waktu itu tanggal berapa.

Sepulang dari situ mampir dulu mau nanya-nanya ke kantor ppat di daerah Ceger jalan Gempol yaitu Johny Hastiar, SH, Mkn. Kebetulan yang merekomendasikan adalah petugas kelurahan  katanya disitu biayanya lebih murah dan persyaratan tidak terlalu ribet.

nb. Yang dilingkari adalah berkas yang diperlukan untuk membuat AJB dari tanah girik

Setelah surat keterangan ahli waris selesai ditanda tangani pak camat langkah selanjutnya balik lagi ke kelurahan mengurus surat keterangan tanah tidak sengketa. Disitu kita janjian dengan petugas kelurahan untuk datang ke lokasi tanah yang mau dijual untuk dilakukan pengukuran serta batas-batasnya dan disaksikan para ahli waris. Dan alhamdulillahnya untuk surat ini cukup ditandatangani bibi saya yang kedua saja sebagai anak tertua yang masih hidup. Tidak perlu semua seperti kemarin. Saya juga diminta untuk melunasi PBB yang belum dibayar ternyata ada tunggakan beberapa tahun lalu selama 8 tahun dengan total 1,2 jutaan. Saya bayarnya di kantor pajak cilangkap. 

Selanjutnya tinggal buat akta jual beli tanah girik ke PPAT. Nah pas proses ini saya melakukan transaksi jual beli dengan bu Wiji atas tanah nenek saya. Kasian ono encang encing enyak babe udah pada nungguin duitnya wkwkwk

Oia untuk proses selanjutnya di kantor PPAT bu Wiji yang melanjutkan untuk membuat AJB (Akta Jual Beli), dan setelah AJB (Akta Jual Beli) selesai dibuat kalau tidak salah cuma satu atau dua hari selanjutnya bu Wiji harus meminta tanda tangan lagi seluruh ahli waris yang tertulis disitu. Dan tidak tanggung-tanggung setiap halaman harus ditandatangani. Saya aja lupa kalau tidak salah ada 12 halaman. Belum yang di belakang dibagian yang ada nama jelas masing-masing ahli waris. Hehehe berasa artis lagi dimintain tanda tangan... 

Kalau sudah ditandatangani semua kembali lagi ke kantor PPAT. Nanti pihak penjual diminta membayar pajak penjualan ke kantor pajak di Pasar Rebo, tapi saya ngga tau tempatnya jadi saya nitip aja ke bu Wiji. Maaf ya bu selalu ngerepotin hehe

Nah kalau sudah proses ini pihak pembeli kembali lagi meminta surat pengantar RT RW dan kelurahan untuk dilanjutkan membuat sertifikat tanah di BPN. 

Panjang banget kan prosesnya makanya jangan sampe deh berurusan dengan tanah girik lagi. Untungnya di keluarga saya sudah berupa sertifikat tanah semua. Jadi sudah jadi hak milik. Kalau girik itu masih milik rame-rame mak. 

Sudah dulu ya mak Terima kasih sudah mau ngikutin curhatan saya yang panjang kaya kereta api hehe

Semoga sehat selalu emak-emak semua. 

Wassalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh









Comments